Pernah terbersit dalam pikiran, bahwa hidup itu
layaknya sebuah novel. Entah karena kehidupan yang bisa dinovelkan atau
sebaliknya, novel yang bisa dihidupkan. Yang jelas, keduanya saling berkaitan. Karena
keduanya sama-sama mengungkapkan cerita.
Ada banyak buku, khususnya novel yang saya suka.
Salah satunya berjudul Muhammad Lelaki Penggenggam Hujan. Ahad, 9 Desember yang lalu, saya bertemu langsung
dengan penulisnya. Bersama kawan-kawan dari Komunitas Taraje, kami
berkesempatan mendapatkan pelatihan menulis ‘ekslusif’ dari mas Tasaro GK,
penulis novel yang saya sebutkan di atas. Materi yang diberikan adalah mengenai
teknik menulis cerita.
Hm...mengapa bentuk cerita/fiksi yang dipilih
untuk dituliskan? Mas Tasaro memaparkan bahwa sebagai manusia kita menyukai
cerita. Pada dasarnya itu merupakan sunatullah. kisah-kisah dalam Al-qur’an
adalah buktinya. Allah menerangkan kepada kita mengenai kehidupan terdahulu melalui
kisah-kisah atau cerita tersebut agar kita dapat mengambil hikmah yang
terkandung di dalamnya. Allah, Sang Maha Pencipta mengetahui bahwa kita
menyukai cerita.
Tulisan dalam bentuk cerita lebih mudah dipahami
dan lebih melekat dalam ingatan pembaca. Buktinya, kita lebih mudah dan cepat
memahami jalan cerita sebuah novel atau cerpen daripada isi sebuah buku
pelajaran, bukan?
Cerita yang terkesan ‘ringan’ ternyata menyimpan
kekuatan di dalamnya. Kekuatan tersebut terletak pada alur, karakter dan diksi. Itulah ketiga hal yang biasanya
paling melekat di ingatan para pembaca.
Alur
Alur atau jalan cerita dapat dirangkai dengan beberapa tahapan.
1. tentukan tokoh
2. tentukan impian terbesar, cita-cita, keinginan atau tujuan hidup sang sokoh yang nantinya kan mendominasi cerita.
3. tentukan apa saja yang mungkin jadi penghalang bagi sang tokoh dalam
mewujudkan impiannya tersebut. Biasanya berupa tokoh antagonis. Tapi, halangan
yang ada bisa saja berupa kondisi atau keadaan yang menyulitkan. Seperti
masalah perekonomian, bencana alam, dll.
4. ceritakan bagaimana lika-liku sang tokoh dalam mencapai impiannya.
5. ceritakan bagaimana sang tokoh mendapatkan
‘pencerahan’ dan akhirnya berubah pikiran. inilah yang jadi point
penting dalam sebuah alur cerita.
6. ceritakan dengan detail yang dramatis
saat-saat sang tokoh mencapai impiannya.
7. tutup cerita dengan akhir yang mengesankan
bagi pembaca.
Karakter
Disadari
atau tidak, seorang penulis biasanya memasukan bagian dari dirinya sendiri ke
dalam cerita yang ditulisnya. Memang kita sebaiknya menulis tentang sesuatu
yang benar-benar kita kenal atau kita ketahui dengan pasti. Namun, ketika semua
hal itu habis kita eksplorasi. Yang harus kita lakukan adalah menciptakan sosok
atau karakter baru yang imajinatif.
tipsnya adalah dengan mengenali karakter-karakter
lain di luar diri kita sendiri. Misal, keluarga, sahabat, kerabat, tetangga,
dll. atau, berkenalan dengan orang-orang baru.
Menciptakan sebuah karakter unik ternyata mudah
sekali. Caranya:
1. tentukan satu tokoh
(imajinatif)
2. buatlah daftar nama-nama
orang yang kita kenal.
3. buatlah deskripsi diri
sesuai dengan satu nama yang kita pilih dari daftar tersebut secara acak.
4. tentukan karakter/sifat
tertentu yang akan dimiliki sang tokoh. Sifat ini dapat diambil berdasarkan
sifat yang dimiliki orang-orang dalam daftar nama di atas.
5. kombinasikan sifat-sifat orang-orang tersebut ke
dalam diri tokoh imajinatif kita.
Usahakanlah agar setiap tokoh yang terlibat dalam
cerita memiliki karakter yang kuat sehingga pembaca dapat mengenali perbedaan
masing-masing karakternya.
Perbedaan ini dapat diasah dengan memunculkan
sebuah permasalahan di tengah-tengah cerita. Ketika beberapa karakter berbeda
dihadapkan pada sebuah masalah yang sama akan terlihat perbedaan yang jelas
pada sudut pandang atau pola pikir masing-masing karakternya. Inilah yang
dinamakan keberhasilan seorang penulis dalam menciptakan karakter.
Diksi
Sebuah karya sastra biasanya dikenali melalui gaya
bahasanya. Bagi saya, salah satu penulis dengan diksi yang mengagumkan adalah
pengisi materi ini, yaitu mas Tasaro GK sendiri. Dalam buku Muhammad Lelaki
Penggenggam Hujan, saya sangat terkesan dengan panggilan yang dituliskan mas
Tas setiap kali menyebut Rasulullah pada pembukaan hampir setiap bab dalam buku
tersebut. Maka hal itulah yang saya ingat saat mas Tas menyinggung tentang
diksi pada pelatihan ini. Padahal yang disinggung kala itu adalah diksi dalam
puisinya Sapardi Djoko Damono lho.hehehe....
Pembahasan tentang diksi ini terasa istimewa.
Sebab, bukan hanya teori yang dipaparkan melainkan juga ‘praktek lapangan’.
Mas Tas mengemukakan sebuah teknik penulisan yang
diberi nama ‘teknik menulis 5
indra+1’. intinya, bagaimana agar pembaca dapat
ikut merasakan apa yang dirasakan oleh sang tokoh. Melihat apa yang dilihat
tokoh tersebut, mendengar, mencium dan mengecap rasa atau apapun yang diindera
oleh sang tokoh.
Kekuatan
sesungguhnya dari sebuah karya fiksi adalah penginderaan ini. Kuncinya ada pada analogi.
Penulis harus jeli menangkap setiap detail
disekitarnya. Baik itu orang, lingkungan, alam, kondisi masyarakat, dsb. Koneksikan
semua itu ke dalam cerita. Sehingga banyak informasi yang bisa dituangkan. ‘Teknik
menulis 5 indra+1’ ini sangat memudahkan penulis untuk
menyampaikan cerita dengan baik kepada pembacanya.
Nah, mengenai hambatan dalam menulis, menurut mas
Tasaro GK, sebenanarnya hanya ada dua hal yang menjadi faktor penghambat:
1. Kebuntuan
ide.
Jika hal
ini terjadi, maka kita butuh refreshing. Inspirasi bisa didapat saat kita
berhadapan denagn ha-hal baru. Jalan-jalan, membaca buku dan bersilaturahmi
juga cukup efektif mengatasi hal ini.
2. Kritik
Apapun yang
kita lakukan, pasti akan mendapatkan tanggapan dari orang lain. menulispun demikian.
Jadi, bijaksanalah dalam menghadapi kritikan. Sebab, kritik sebenarnya adalah
nutrisi. Jika mampu kita kelola dengan baik, kritik itu justru bisa menjadi
kekuatan yang membuat karya kita semakin baik di masa yang akan datang.
Jika
menulis adalah bagian dari hidupmu, berceritalah melaui tulisanmu! J
#
Terima kasih saya ucapkan kepada mas Tasaro GK,
Antitesa dan Komunitas Taraje. Semoga ilmu yang diberikan menjadi berkah bagi
kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar